Abstract
Fermented oyster sauce (FOS) was prepared with 25% NaCl (w/w) at 20 °C with different fermentation periods. Biochemical changes during the fermentation were investigated. Results revealed that, during fermentation, protein contents were increased whereas carbohydrate contents were decreased. Amino acid composition showed that the contents of aspartic acid, lysine, glutamic acid, glycine and alanine were higher than other amino acids. Free amino acid contents of FOS fluctuated during the fermentation period but most of the free amino acids increased. Particularly, the contents of taurine, glutamic acid, lysine, glycine and alanine were high, which may contribute to the taste and flavour of FOS.

Keywords: Oyster sauce; Amino acids; Fermentation; Chemical composition

Perubahan Asam Amino pada Saus Tiram Fermentasi selama Periode Fermentasi yang Berbeda


Intisari
Saus Tiram Fermentasi (STF) dibuat dengan campuran garam 25 % (w/w) pada suhu 20 °C dengan periode fermentasi yang berbeda. Hasil menunjukkan bahwa, selama proses fermentasi, kandungan protein meningkat, sedang kandungan karbohidrat menurun. Komposisi asam amino menunjukkan bahwa kandungan asam aspartat, lysin, asam glutamat, glysin dan alanin lebih tinggi dibandingkan asam amino lainnya. Kandungan asam amino bebas dari STF berfluktuasi selama proses fermentasi, tetapi kebanyakan kandungan asam amino bebas tersebut meningkat. Terutama kandungan taurin, asam glutamat, lysin, glicin dan alanin, yang mana mungkin menambah rasa dan aroma dari STF.

Pendahuluan
Fermentasi merupakan salah satu dari cara lama dalam pengawetan bahan makanan, yang mana tidak hanya menambah umur simpan, tetapi juga meningkatkan citarasa dan kualitas nutrisi dari produk (Visessanguan, Benjakul, Riebroy, & Thepkasikul, 2004). Proteolisis merupakan salah satu proses utama selama fermentasi.. Saus ikan, yang merupakan hasil fermentasi, merupakan salah satu produk makanan yang memiliki nilai tinggi di asia tenggara. Dimana hasil produksi sekitar 250.000 ton per tahun (Stefansson & Steingrimsdottir, 1990). Pada dasarnya, saus ikan dibuat dari campuran ikan dan garam (3:1) dan dibiarkan terfermentasi selama 6 – 12 bulan. Selama fermentasi, hasil-hasil degradasi seperti asam amino dan peptida, memberikan efek utama terhadap karakteristik sensoris dari saus ikan. Di asia tenggara, saus ikan tidak hanya menjadi bumbu penyedap, bahkan di beberapa daerah oleh sebagian kelas sosial saus ikan merupakan sumber protein utama pada makanan dan telah menjadi sebuah kebutuhan rumah tangga. Saus ikan mengandung nitrogen sekitar 20 g/l, yang mana 80% diantaranya dalam bentuk asam amino; oleh karena itulah saus ikan dapat dikatakan sebagai salah satu sumber protein penting. Saus ikan memiliki citarasa kuat; oleh karena itulah, para ahli kimia pangan sejak lama telah tertarik untuk menggambarkan karakteristik komposisi kimia dari STF (Kurokawa, 1986; Mizutani, Kimizuka, Ruddle, & Ishige, 1992; Tsuji, Kaneko, Kim, Otaguro, & Kaneda, 1994).
Saus ikan dapat dibuat dengan biaya murah dari berbagai jenis ikan segar, yang biasanya tidak digunakan untuk makanan. Produk saus ikan belum dikenal secara luas di dunia barat, tetapi sekarang ini, ketertarikan terus berkembang untuk meneliti kesesuaian dari bahan baku lain untuk menghasilkan produk sejenis (Gildberg, 2001).
Produksi tiram di Korea pada tahun 2002 diperkirakan sekitar 182,229 ton, dan hanya sedikit dari produk saus ikan dan tiram yang dapat bertahan di daerah setempat di Korea. Bagaimanapun, akhir-khir ini, saus ikan dan tiram dikaji kembali dikarenakan ketertarikan konsumen yang meningkat terhadap rasa dan aromanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki perubahan asam amino selama periode fermentasi yang berbeda.

2. Bahan dan Metode

2.1. Pengolahan saus tiram fermentasi (STF)
Tiram segar (Crassostrea gigas) didapatkan dari pasar ikan lokal, dan saus tiram dibuat dengan mencampurkan tiram (10 kg) dengan 25% garam (w/w). Proses fermentasi dilakukan pada suhu sekitar 25 °C selama 6 bulan. STF dari periode fermentasi yang berbeda disaring menggunakan saringan (40 mesh), kemudian kandungan garam dihilangkan menggunakan electrodialyzer, dan seterusnya di-lyophilisasi pada pengering beku (freeze-dryer), untuk diuji komposisi proksimat dan asam aminonya.

2.2. Analisis komposisi proksimat
Pengujian kadar air, abu, protein dan lemak menggunakan metode AOAC (1990)dengan beberapa modifikasi, pengujian kandungan karbohidrat menggunakan metode asam sulpur-penol Dubois, Gilles, Hamilton, Rebers dan Smith (1956) dengan tiga kali ulangan.

2.3. Analisis asam amino
STF dihidrolisis, dan dianalisis dengan penguji asam amino (Biochrom 20, Biochrom Ltd., Cambridge, UK). Yaitu dengan cara 50 mg STF dihidrolisis dengan 6,0 N HCl dalam ampul vakum tertutup pada suhu 110 °C selama 24 jam. Kemudian HCl dihilangkan dari sampel yang telah dihidrolisis menggunakan rotary evaporator, kemudian ditambahkan 0,2 M larutan penyangga sodium sitrat (ph 2,2). Asam amino ditentukan menggunakan penguji asam amino Biochrom 20 (Pharmacia Biotech., Cambridge, UK), menggunakan ninhidrin sebagai reaktan warna dan kolom resin pertukaran ion tunggal (4.0 × 150 mm).
Penentuan asam amino bebas dilakukan dengan, 3,0 g STF dihomogenkan pada kecepatan 1200 rpm 2 kali 2 menit dengan 20 ml 6,0% (v/v) asam perklorat dingin di dalam kotak es menggunakan ACE homogenizer (Nissei AM-7, Nihonseikei Kaisha Ltd., Tokyo, Japan). Sampel yang telah dihomogenkan kemudian diinkubasi menggunakan es selama 30 menit sebelum di-sentrifuge pada 2000g selama 15 menit. Residu yang didapatkan kemudian diekstraksi kembali dengan 20 ml asam perklorat dingin dan di-sentrifuge, sebagaimana langkah di atas. Supernatan dari ekstraksi pertama dan kedua dicampur, kemudian di saring menggunakan kertas saring Whatman no. 41. pH filtrat dinaikkan hingga 7,0 menggunakan larutan 33% (w/v) KOH., kemudian di-sentrifuge pada 2000g selama 10 menit untuk menghilangkan endapan potasium perklorat. Supernatan kemudian diasamkan hingga pH 2,2 dengan larutan 10 M HCl dan kemudian diencerkan dengan aquades hingga menjadi 50 ml. Dua mililiter ekstrak kemudian dipindahkan ke dalam tabung bersih dan ditambahkan 1,0 ml larutan penyangga lithium sitrat (pH 2,2). Kemudian sampel dianalisa menggunakan penguji asama amino yang sama (Biochrom 20, Biochrom Ltd., Cambridge, UK).

3. Hasil dan Pembahasan
Saus ikan dan tiram umumnya diolah dengan kadar garam yang tinggi di negara-negara asia seperti Indonesia, Thailand, China, Jepang dan Korea. Kandungan garam yang tinggi pada saus ikan dan tiram memiliki keterbatasan nila nutrisi, karena produk tersebut tidak dapat dikonsumsi dalam jumlah banyak (Aryanta, Fleet, & Buckle, 1991). Oleh karenaitu, pengurangan kadar garam pada saus ikan dan tiram penting dilakukan. Pada penelitian ini, kami menggunakan electridialyzer untuk menghilangkan garam pada STF dan untuk menambah citarasa dan kandungan nitrisi. Kandungan kadar air, protein kasar, lemak kasar, abu dan karbohidrat dari STF dengan periode fermentasi yang berbeda disajikan pada Tabel 1. Kandungan air berubah selama proses fermentasi dari 27,82% menjadi16,01%. Kandungan protein kasar selama fermentasi meningkat lebih dari 65,6% untuk periode 6 bulan. Hasil ini disebabkan oleh aktivitas bakteri dan jamur, yang memproduksi protein-protein sederhana dan peptida. Kandungan karbohidrat jelas menurun, sedangkan pada lemak kasar atau kadar abu hanya sedikit perubahan yang dapat teramati.
Tabel 1 Komposisi proksimat STF

Components Contents (%)
2 month 4 month 6 month
Moisture 27.82 18.37 16.01
Crude protein 36.6 61.3 65.6
Crude lipid 1.36 1.13 1.12
Crude ash 1.61 1.61 1.49
Crude carbohydrate 32.6 17.6 15.8

Persentase komposisi asam amino dari STF dengan periode fermentasi berbeda disarikan pada tabel 2. STF mengandung asam glutamat, glysin, alanin dan asam aspartat dalam jumlah tinggi. Perbandingan komposisi asam amino dari STF dengan periode fermentasi berbeda menunjukkan peningkatan jumlah asam aspartat, leusin dan isoleusin, sedangkan glisin, prolin dan lisin menurun. Jika dibandingkan kandungan asam amino esensial yang terdapat pada STF, periode fermentasi 2 bulan memiliki kandungan lysin terbanyak. Pada periode fermentasi 6 bulan, kandungan leusin, isoleusin dan phenilalanin menurun.
Tabel 2 Persentase komposisi asam amino dari STF

Amino acids FOS
2 month 4 month 6 month
Aspartic acid 9.74 11.4 11.4
Threoninea 1.75 1.53 1.25
Serine 0.70 0.58 0.22
Glutamic acid 17.8 17.6 17.7
Proline 7.86 6.86 6.61
Glycine 11.1 10.0 9.77
Alanine 9.06 8.29 8.44
Cystine 1.18 0.88 0.64
Valinea 5.23 5.69 5.74
Methioninea 2.40 2.41 2.33
Isoleucinea 3.39 3.91 4.23
Leucinea 5.88 6.81 7.61
Tyrosine 1.70 2.07 2.21
Phenylalaninea 3.98 4.50 4.50
Histidinea 2.35 2.45 2.69
Lysinea 9.78 9.41 8.97
Arginine 6.14 5.57 5.68
Anserine 1.23 – –
Carnosine 1.55 1.84 1.59
Arginine 4.15 4.06 4.08

Kandungan asam amino bebas dari STF dengan periode fermentasi berbeda disajikan pada Tabel 3. Asama amino bebas utama yang didapatkan pada semua periode fermentasi adalah antara lain taurin, asam glutamat, glysin, leusin alanin dan lysin. Meskipun kandungan dari beberapa asam amino bebas berfluktuasi selama periode fermentasi, tetapi kebanyakan dari asam amino bebas tersebut kandungannya meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Senyawa-senyawa ini dihasilkan oleh aktiviras mikrobia, (utamanya oleh enzim mikrobia), melalui mekanisme reaksi biokimia yang terjadi selama proses fermentasi. Taurin merupakan kandungan terbesar dari STF selama fermentasi, dan taurin dikenal memiliki beberapa manfaat fisiologis, termasuk antioksidasi, detiksifikasi, osmoregulasi, stabilisasi membran sel, dan neuromodulasi (Huxtable, 1992; Kuriyama, 1980; Pasantes, Wright, & Gaull, 1985; Thurston, Hauhart, & Dirgo, 1980; Wright, Tallan, & Lin, 1986). STF juga memiliki kandungan asam glutamat, glysin, lysin dan alanin tinggi, yang merupakan kontributor penting berkenaan dengan rasa dan aroma dari STF.
Tabel 3 Persentase komposisi asama amino bebas pada SFT

Amino acids FOS
2 month 4 month 6 month
Phosphoserine – – –
Taurine 15.1 13.9 14.3
Phosphoethanolamine – – –
Aspartic acid 2.74 3.05 3.19
Hydoxyproline – – –
Threonine 3.79 4.26 4.45
Serine 3.77 4.07 4.06
Asparaginine 1.80 1.63 1.70
Glutamic acid 8.45 8.98 8.90
Sarcosine – – –
α-Aminoapidic acid – – –
Proline 5.61 5.74 6.14
Glycine 5.31 5.76 5.33
Alanine 7.11 7.26 7.00
Citrulline 0.67 0.65 0.64
α-Aminobuytric acid 0.63 0.59 0.54
Valine 4.29 5.09 5.12
Cystine – – –
Methionine 2.58 2.89 2.64
Cystathionine – – –
Isoleucine 3.58 4.36 4.43
Leucine 5.88 6.55 6.55
Tyrosine 3.43 3.66 2.87
β-Alanine 1.39 1.20 1.11
Phenylalanine 3.36 3.72 3.89
β-aminoisobutyric acid 0.77 – –
γ-Aminobutyric acid 0.84 – –
5-Hydroxylysine 1.68 1.44 1.85
Ornithine 0.97 0.85 0.92
Lysine 5.52 5.05 5.31
1-Methylhistidine – – –
Histidine 1.67 1.54 1.58
3-Methylhistidine 1.83 1.92 1.87

Kesimpulannya, kami telah menguji perubahan komposisi kimia dari STF dengan periode fermentasi berbeda setelah menghilangkan garam dengan electrodializer. STF mengandung banyak asam amino bebas seperti, asam glutamat, glysin, lysin dan alanin, yang dikenal penting peranannya terhadap citarasa dan aroma saus ikan dan saus kerang. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa STF juga merupakan penyedap masakan yang potensial, dengan citarasa dan kandungan nutrisi yang baik.